Halaman

Rabu, 06 Juni 2012

BECOME A GRANDMASTER OF SUBTLE ENERGY TRADITIONS

Di sebuah tausiyah ketika kantor saya berulang tahun, seorang ustadz memberi tamsil.

Suatu ketika, kata sang ustadz, Tuhan berencana menyimpan sebuah rahasia besar di tempat yang sulit dijangkau oleh manusia. Malaikat memberi usul, agar Tuhan menyimpannya di lautan; atau di dasar tanah paling dalam; atau di atas langit ketujuh. Usulan itu Tuhan tolak, karena pada saatnya nanti, dengan kecerdasan manusia, teknologi tercanggih akan mampu menjangkau laut dan tanah terdalam, bahkan lapis langit tertinggi.

"Lalu di mana Tuhan, rahasia itu akan Kausimpan?" malaikat tak sabar.

"Aku akan menyimpannya di dalam diri manusia itu sendiri."

Tamsil ini sangat jenius, karena memang benar, bahwa dalam diri manusia, sebenarnya tersimpan kekuatan besar yang sangat dahsyat. Sayangnya, sebagian besar manusia luput menyadarinya.

Semakin hari, tamsil ini semakin kuat menunjukkan kebenarannya, ketika saya mendalami mind technology yang secara keilmuan berpusat pada potensi diri manusia.

Tuhan menciptakan apapun yang diperlukan manusia. Semua ada berserakan di dalam dirinya, di lingkungannya, di semua sudut jangkauan indra rasa, dengar, cecap, cium, lihat, raba; di dalam kekuatan pikiran maupun spiritualitasnya.

Akal pikiran manusia, adalah senjata manusia untuk membongkarnya. Dan sepersekian alat yang diberikan Tuhan adalah mind technology yang saya pelajari.

***

Berkaitan dengan mind technology, baru-baru ini saya berkenalan dengan Prana Shakti. Prana Shakti adalah sebuah disiplin ilmu yang mampu menyelaraskan manusia dengan aspek mikrokosmos (jagat kecil) dan makrokosmos (jagat semesta), sehingga ketika dua hal ini sudah menyatu dalam diri kita, maka kita memiliki akses langsung yang sangat luar biasa akan energi dari kedua jagat tersebut.

Prana Shakti adalah sebuah pencapaian kesadaran tinggi untuk mengakses energi alamiah dan ilahiah, yang memang Tuhan ciptakan bukan untuk disia-siakan. Energi ini mewujudkan dirinya dalam bentuk penyembuhan, keberlimpahan hidup, kebahagiaan, cinta kasih, proteksi, dan lain-lain.

Prana Shakti dikembangkan secara jenius oleh Bapak Yan Nurindra, setelah melewati perjalanan spiritualitas yang panjang. Cikal bakalnya adalah ketika Pak Yan bertemu seorang rahib dari Tibet bernama Lobzang Zobta, yang memberinya pengajaran tentang kesadaran Shamballa.
Menjadi authorized instructor dari Prana Shakti International Brootherhood.

Lalu pada suatu ketika, di "Ruang Kebijakan Shamballa", Pak Yan memperoleh bimbingan dari para "Spiritual Being", dan mendapatkan pengetahuan mengenai kesadaran energi semesta yang selanjutnya dikenal sebagai keilmuan Prana Shakti.

Untuk menjadi praktisi Prana Shakti, seseorang harus mendapatkan penyelarasan yang dikenal sebagai Abhisheka dan Shaktipat. Setelah diselaraskan, praktisi mampu mengakses semua energi dari berbagai tradisi. Mampu melakukan channeling (self initiation) ke berbagai aliran reiki, mengakses tenaga dalam metafisik dari semua aliran, bahkan konon mampu melakukan channeling ke material fisik, seperti mentransfer homeopathy tertentu hanya lewat air.

Seorang Prana Shakti, bahkan yang masih di tingkat Dharana (fundamental), adalah seorang grandmaster of subtle energy traditions.

***

Saya sendiri, saat ini adalah praktisi Prana Shakti Dhyana. Sebagai pemegang tingkat Dhyana, saya berhak untuk memberi pelatihan Prana Shakti Dharana.

Satu hal yang unik adalah, sehari setelah pelatihan selesai, tubuh saya seperti dialiri listrik secara terus menerus selama dua hari. Energi ini beberapa kali bahkan saya tularkan ke teman-teman, dengan mengakses Karuna Ki, dan teman-teman merasakan aliran listrik yang sama di bagian tubuh yang memang saya aliri.

Saya coba akses Reiki Usui, Shamballa, lalu Kundalini dan lain-lain. Semua memberi sensasi berbeda. Sensasi yang saat latihan sulit sekali saya bedakan, makin hari makin dapat diidentifikasikan.

Fenomena ini membuat saya semakin percaya diri, bahwa memang, Prana Shakti mampu mengakses berbagai energi dari semua tradisi.

I'm sorry.
Please forgive me.
I thank you.
I love you.







Kamis, 24 Mei 2012

OBJECT IMAGERY UNTUK TRAUMA SAKIT DI KAKI

Baru-baru ini, saya men-therapy seorang sahabat yang kakinya, walaupun dokter bilang secara medis sudah sembuh, tapi masih terasa sakit. Ini adalah bentuk trauma akibat lebih dari 6 bulan kaki sahabat saya merasa sakit yang luar biasa. Alam bawah sadarnya memunculkan terus rasa sakit itu, dengan tujuan baik, agar ia lebih berhati-hati memperlakukan kakinya. Sayang, tujuan baik itu terimplementasikan dalam bentuk rasa sakit, sehingga sahabat saya ini merasa sangat terbatas ketika bergerak. Bahkan, gerakan solat pun menjadi terganggu.
Ihwal asal mula sakit itu, terjadi karena sahabat saya ini mengalami malpraktek ketika proses kelahiran bayi pertamanya di sebuah rumah sakit. Saat injeksi anestesi pada tulang belakangnya dilakukan, terjadi kesalahan fatal, sehingga menyebabkan kelumpuhan pada sahabat saya ini. Setelah melalui proses terapi yang panjang, termasuk fisioterapi, akupresur, dan terapi medis lainnya, akhirnya ia dinyatakan sembuh secara fisik. Namun anehnya, ia masih merasa sakit persis di persendian telapak kaki kirinya.
Ia sudah berupaya berlatih yoga dengan instruktur seorang ahli TAPAS terkenal untuk menghilangkan trauma sakit tersebut. Namun akhirnya ia menghentikan olah yoga itu, karena ia merasa tidak mengalami perubahan sedikit pun.
Setelah sekian lama saya nggak pernah memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan hypnosis buat men-therapy-nya, akhirnya, pada suatu sore, kesempatan itu tiba. 
Proses induksi saya lakukan dengan teknik speed induction lewat eye fixation. Setelah deepening sampai dalam, saya menggunakan direct suggestion dengan menghilangkan sensasi sakitnya secara langsung. Setelah saya konfirmasi dengan idea motor response (IDR), via gerakan jari, ternyata sahabat saya masih merasakan sakit. Upppfff, direct suggestion nggak bekerja di sini.

Berikutnya saya gunakan teknik object imagery, dengan membuat metafora tombol volume. Saya perbesar dulu rasa sakitnya hingga angka 10, dan wajah sahabat saya tampak kesakitan. Setelah di level puncak, saya minta ia untuk mengecilkan volume sakit itu hingga level 0, dan bersamaan dengan itu, rasa sakit pun hilang.

Setelah saya konfirmasi lewat IDR, ternyata memang rasa sakit itu hilang.
Berikutnya saya mengedukasi ia, bahwa rasa sakit adalah persepsi. Keputusan untuk sehat atau sakit sepenuhnya ada pada dirinya sendiri. Ketika ia memutuskan untuk tetap memelihara rasa sakit itu, maka ia sudah tahu rasanya, betapa terbatas gerak ia. Dan bila ia memutuskan untuk sembuh, maka kebebasan bergerak dan kebahagiaan akan datang mengiringinya.

Proses therapy selesai, dan saya akhiri dengan amplifying rasa sehat, nyaman, bahagia dan semangat.
Idealnya, terapi dilakukan paling tidak tiga kali, sehingga insya Allah kesembuhannya permanen.
Dan mungkin akan coba kami lakukan lagi.
Wallahu alam bishowab.

Minggu, 08 April 2012

MELACAK REALITAS MENTAL LEWAT CORETAN

Seorang filsuf mengatakan, bahwa karya seni memiliki fungsi mimesis, sebagai cermin dari sebuah kenyataan.

Filsuf lainnya bilang, seni juga memiliki fungsi katarsis, sebuah proses penyucian jiwa, di mana pencipta ataupun penikmat merasakan sensasi "plong" yang luar biasa. Dalam bahasa lain, pencipta atau penikmat seni mengalami pembebasan dari sebuah ketersumbatan emosional, sehingga secara mental merasa lepas, lega, dan tersentuh.

Saya coba bereksperimen membuktikan teori yang telah lebih dari 20 tahun saya baca ini. Tentu teori ini saya terjemahkan dalam skala pemahaman dan konteks keahlian saya.

Teknik idea motor response untuk melepas eregi negatif.
Sebagai contoh, fungsi mimesis, bagi saya bukan cuma menempatkan seni sebagai cermin dari realitas sosial. Tapi seni juga mencerminkan realitas mental. Maka, teori ini saya jadikan dasar pemikiran untuk mentransformasikan realitas mental seseorang secara sengaja lewat sebuah produksi seni.

Demikian juga, fungsi katarsis, saya rekayasa dengan menambah skala volumenya melalui percepatan yang boleh dibilang instan. Katarsis sebagai gambaran mental, juga saya relasikan dengan perasaan fisik, karena saya mempercayai pemikiran bahwa soul dan body memiliki keterkaitan erat dan sulit dipisahkan.

Eksperimen ini terjadi ketika tanpa sengaja saya menemui subjek (client) yang merasa secara mental dalam keadaan gelisah, lemas, dan tertekan.

Metode yang saya pakai adalah waking hypnosis, dengan membantu subjek untuk memasuki light trance. Saya mengaplikasikan teknik idea motor response, yang mampu mentransformasikan gambaran mental subjek lewat gerakan tubuh, dalam hal ini tangan.

Sebelumnya saya menyuruhnya duduk di lantai, menyelonjorkan kedua kakinya, menaruh white board di pangkuannya, lalu memberinya spidol.

Saya memintanya untuk rileks, lalu fokus pada tangan. Saya membimbingnya untuk membuat coretan berbentuk lingkaran-lingkaran senyaman mungkin. Saya sugestikan, gerakan tangannya semakin membuat dia nyaman dan terbuai. Sedemikian nyamannya, seluruh ketegangan batinnya perlahan tapi pasti terlepaskan.

Saya bisikkan, semakin mengecil ketegangan dan kegelisahannya, maka semakin kecil lingkarannya. Dan ketika semua emosi negatif lenyap berganti kedamaian dan kenyamanan yang luar biasa, maka gerakan tangan pun semakin pelan lalu berhenti.

Saya melihat, proses coretan dan gerakan tangannya sangat complicated. Awalnya besar, lalu ritmik mengecil, dan kemudian membesar serta mengecil lagi.

5 menit lebih, subjek saya biarkan asik menulis lingkaran lingkaran itu. Polanya membentuk spiral. Saya sedikit penasaran karena subjek tidak juga berhenti menggerakkan tangannya, yang berarti energi positif dan ketegangan emosionalnya masih ada. Asumsinya, coretan subjek harusnya ritmik dari besar jadi mengecil. Ternyata prosesnya nggak demikian. Coretan lingkaran awalnya besar, pelan mengecil, kemudian besar lagi, dan kemudian mengecil lagi.

Lama tidak berhenti, akhirnya saya melakukan "intervensi", dengan membimbingnya lewat sugesti. Bahwa seiring tangan bergerak maka perasaan tegang makin hilang. Semakin kecil lingkaran, semakin nyaman, dan semakin hilang ketegangan. Seluruh rasa sakit yang meliputi tubuh dan pikiran, lenyap berganti rasa segar dan sehat yang sempurna. Dan semakin kenyamanan berada pada puncaknya, maka gerakan tangan pun berhenti.

Saya melihat subjek menghentikan gerakan tangannya. Dan terjadi perubahan mimik yang luar biasa pada ekspesi wajahnya.

Proses pun selesai. Saat saya konfirmasi, ternyata, bentuk lingkaran yang mengecil, membesar, lalu mengecil lagi itu, diakibatkan oleh hilang-muncul-hilang-muncul dan hilang lagi emosi negatif yang dirasakan.

Setelah saya telusuri lebih jauh lagi, kegelisahan dan ketegangan tadi berangkat dari rasa sakit fisik yang (atas permintaan subjek) tidak saya sebutkan di sini. Ketika saya melakukan intervensi, maka gambaran mental subjek memproses sistem pain management secara otomatis, sehingga rasa sakit pun hilang, berganti dengan rileks dan rasa nyaman.

Kompleksitas coretan menggambarkan kompleksitas pikiran.
Teks coretannya sendiri, bagi saya adalah sebuah karya seni produksi subconscious subjek yang jujur dan sangat artistik. Polanya, komposisinya, membentuk sistem semiotik yang penuh makna.

Seorang budayawan dan sekaligus pengamat seni rupa bahkan sempat tergetar merasakan bagaimana energi dahsyat tertransformasikan lewat coretan ini.

Demikianlah, apa yang dibilang filsuf bahwa seni memiliki fungsi mimesis dan katarsis, terbuktikan.

Lewat coretan yang notabene adalah realitas mental (mimesis), subjek terbebas dari energi negatif yang menyelimuti pikiran dan bahkan fisiknya (katarsis).

Wallahu alam.



Note: Eksperimen ini saya lakukan atas inspirasi dari demonstrasi Guru Besar saya, Bapak Yan Nurindra.

Rabu, 21 Maret 2012

A JOURNEY TO THE SUBCONSCIOUS WORLD

Tanggal 17 hingga 18 Maret 2012 adalah hari yang spesial. Betapa tidak, saya, dan sekitar 16 rekan lain, mengalami sebuah "trance" dan pencerahan yang luar biasa ketika mengakses pengetahuan dahsyat mengenai hypnosis, dari Grand Master kami, Bapak Yan Nurindra. Acara ini bertajuk IBH Certification Workshop, mulai dari level fundamental hingga advance.

Trance bareng sang Grand Master, Bapak Yan Nurindra.
Hari pertama, Pak Yan, dibantu co-trainer Mas Sydney Panjiagung, membekali kami secara komprehensif mengenai sejarah hypnosis, mekanisme kerja pikiran manusia, consciousness state, teori-teori dasar hypnosis serta aplikasinya, dan lain-lain. Di sini formasi workshop 30% teori dan 70% praktek. Kenapa praktek mendominasi, karena target dari pelatihan ini adalah bagaimana peserta mampu menjadi praktisi hypnosis yang handal.

Saat praktek, Pak Yan coba menanggalkan aksesoris-aksesoris kami di dunia sadar. "Siapa pun Anda, mau direktur, dokter, psikolog, atau mahasiswa, Anda adalah sama. Lepaslah semua aksesoris itu," katanya.

Bukan tanpa alasan Pak Yan mengatakan hal itu. Peserta sertifikasi ini memang berasal dari berbagai latar belakang, baik profesi maupun daerah yang berbeda. Saya adalah praktisi kreatif periklanan. Dr. Lukas Kristanda adalah dosen dan direktur utama RS Atmajaya. Pak Koesbiyantoro bertugas di Departemen Perhubungan. Bapak Jalu Waluyo adalah seorang pengusaha. Pak Bambang Sugiantoro seorang praktisi SDM, sama halnya dengan Pak Boyke Yanuar Lubis. Pak Chardinal adalah dosen di STAIN Batusangkar. Mas Kelvin Kristanto adalah pengusaha kuliner. Drg. Sukorin D. adalah seorang dentist. Mas Sufyan Riadi mahasiswa UIN sekaligus professional magician. Bu Suryani adalah praktisi pendidikan. Pak Royke adalah seorang engineer. Pak Teteng Jumara bertugas di Pemda Tangerang, sekaligus penulis beberapa buah buku. Sementara Pak Aries, pak Darmawan, dan Mas Rizky, saya kurang begitu tahu karena ternyata beliau hanya ikut sehari pelatihan.

Kalau hari pertama lebih dominan praktek mengenai test sugestibilitas, pre-induksi, induksi, deepening, therapy suggestion sederhana, idea motor response, dan termination, maka hari kedua kami berlatih melakukan teknik hipnoterapi secara lebih komprehensif. Sebelumnya, kami tentu dibekali dulu teknik-teknik induksi dan deepening yang lebih advance. Begitu juga, kami diajari soal Building Raport, Intake Interview, Exploring Client Modalities, Suggestibility Test & Hypnotic Training, Strategy, dll.

Tentu hari kedua ini, seperti dibilang Mas Sydney, materinya lebih serius lagi. Karena ini berhubungan dengan bagaimana kita meng-handle problem-problem psikosoamtis manusia. Namun, walaupun materinya serius, Pak Yan tetap menghadirkannya dengan sangat inspiratif. Pak Yan mengemas materi bagaimana melakukan Direct Suggestion, Ideo Motor Response, Age Regression, Anchor, Role Model, Desensitization, Future Pacing, Affect Bridge, Informed Child Technique (ICT), Parts Therapy, Chair Therapy, Gestalt Dialogue, Forgiveness Therapy dan Object Imagery, secara dramatik dan mengesankan.

Contoh-contoh yang Pak Yan praktikkan juga benar-benar menunjukkan dirinya sebagai grand master. Misalnya, ketika Pak Yan mempraktekkan regresi, ia melakukan proses induksi hanya dengan menyuruh subjek fokus. Subjek pun langsung mengalami anestesi, yang diindikasikan dengan fenomena kekebalan ketika tangannya dibakar. Beberapa saat kemudian, si subjek memasuki somnambulisme, untuk kemudian diregresi oleh Pak Yan.
Became a Certified Hypnotheraphist.

Kami coba melakukan apa yang Pak Yan contohkan, walau pun masih dengan teknik yang belum disertai improvisasi dramatik. Tapi, seperti Pak Yan katakan, kami yakin, bahwa seandainya hal dasarnya sudah kami kuasai, kami bisa melakukan hal-hal baru yang nggak bakal kalah hebatnya dari apa yang dilakukan president The Indonesian Board of Hypnotherapy itu.

Di momen 2 hari nonstop itu, saya benar-benar berusaha mengakses dan memodel Pak Yan. Mengenai isi workshop, mungkin saya pernah membacanya, memahaminya, dan sedikit menguasainya. Saya pernah mengikuti training hypnosis sebelumnya dan disertifikasi sebagai Turbo Hypnotist oleh sebuah institusi yang kredibel. Tapi, mengenai bagaimana sang Grand Master membawakan workshop dan mempraktekkan kepiawaiannya, ini yang luar biasa! Pak Yan, adalah sosok langka yang belum pernah saya temukan sebelumnya.

Saya  mencatat dan memodel style-nya dalam alam bawah sadar saya. Bagaimana beliau menata kata-katanya; memilih diksinya; bagaimana ia memberi intonasi di bagian tertentu; menghadirkan body kinestetiknya yang penuh semiotika (maklum beliau juga Master NLP); menguasai bidangnya dengan penuh improvisasi; menghadirkan eksperimen-eksperimen hypnosis secara spontan; menyelipkan humor di momen yang pas; dan membuat sistematika workshop yang sulit untuk saya meleng sedetik saja.

Sebagai orang yang tergila-gila dengan pembelajaran alam bawah sadar, saya sangat beruntung bisa dipertemukan dan belajar langsung dengan mahaguru yang inspirasional ini. Bersama beliau, saya benar-benar melakukan sebuah "journey to the subconscious world".

Senin, 05 Maret 2012

BAHASA ADALAH ISI KEPALA KITA



Dulu, kita sebenarnya sangat terbiasa dengan tradisi berpikir cerdas. Ini saya simpulkan dari proses eksplorasi bahasa yang diwariskan orang-orang masa silam. Di Sunda, misalnya, dikenal yang namanya seloka, juga paribasa, sebuah proses komunikasi yang penuh dengan metafora. Dan ini bukan dalam tataran produksi kesenian saja, seperti orang-orang menciptakan syair, pantun, atau puisi, tapi benar-benar terjadi dalam realitas komunikasi sehari-hari.

Di keluarga saya, kakek, ibu dan ayah, sangat sering berkomunikasi secara lateral. Saya akrab dengan majas-majas bertingkat baik yang sederhana sejenis"Herang caina beunang laukna (jernih airnya dapet ikannya)"; "Cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok (air yang menetes di batu, pelan tapi pasti bakal membuatnya cowak juga)"; atau yang lebih kompleks lagi dan merupakan wacana sebuah pemikiran.

Sebagai contoh, ketika saya memutuskan hendak kuliah di Jakarta, kakek saya menasihati untuk menjadi seperti air. Ia diserap akar-akar pepohonan, mengalir jernih, dari hulu yang mungkin curam, melewati sungai yang di beberapa titik tenang, memasuki lautan, sesekali diam, kadang membentuk riak kecil kadang menciptakan gelombang besar, menguap menjadi awan, lalu menjelma hujan dan kembali lagi diserap akar-akar pepohonan.

Saya kadang kagum memandang cara kakek atau ayah saya mengeksplorasi hal yang sederhana dan mengaitkannya dalam konteks pemikiran tertentu. Tradisi seperti ini berlanjut hingga saya kuliah dan kemudian terhenti. Saat ini saya lebih akrab dengan produksi bahasa pop sejenis "Sesuatu banget", "Kasian deh lu", "Nggak lah yaw", dan sekarang jargon-jargon alay yang saya nggak ngerti apakah ini memasuki wilayah kemiskinan tradisi berpikir atau justru bagian dari kekayaan berpikir.

Ketika saya mulai tergila-gila dan menjadi pembelajar hypnosis, saya malah seperti teromantisir gaya komunikasi saya sewaktu kecil dulu. Betapa tidak, majas, seloka, analogi, paribasa, adalah salah satu alat hypnosis yang bebas kita eksplor dan ciptakan sendiri.

Nasihat kakek dan ayah-ibu saya yang mereka sampaikan dengan caranya, benar-benar menohok dan membuat saya trance, hingga saya mengingatnya sampai detik ini.

Saya yakin mereka awam dengan teori hypnosis. Tapi sesungguhnya, mereka telah mengaplikasikan hypnotic language untuk saya, seperti halnya seorang hipnotist sekaliber Milton Erickson dan Richard Bandler terhadap clientnya.

Tradisi cerdas berikutnya, justru datang dari cara berpikir mantra, yang ironisnya orang-orang modern menganggapnya mistik, purba, dan bodoh.

Saya pernah menganalisis beberapa mantra, dan ternyata, saya simpulkan sebagai sebuah sugesti cerdas yang penuh dengan metafora-metafora estetik. Mungkin beberapa kelompok gagal memahami kehebatannya karena memandangnya sebagai teks klenik semata, tanpa mendalami makna yang tersimpan di dalamnya.

Saya melihat mantra, sebagai sebuah self suggestion yang di dalamnya terkandung teknik komunikasi alam bawah sadar. Sebagai contoh, saya menganalisis teks mantra yang biasa dipakai di tradisi kanuragan Sunda. Teks itu bernama "Aji Brejamusti". Saya tidak menyertakan teks ini dengan alasan etika. "Brejamusti" dalam versi ini dipercaya mampu menahan pukulan lawan sekeras apapun, dan mampu menghancurkan lawan hanya dengan satu pukulan.

Teks ini memiliki format ritmik dan repetitif dengan bunyi yang konsisten. Isinya memajaskan pukulan lawan yang ringan seperti kapuk dan kapas; sementara tubuh kita seperti batu. Analogi kekuatannya, seperti seribu batu di kepala; selaksa karang di badan.

Untuk orang tertentu mungkin teks ini bullshit. Namun secara teoretik, teks ini adalah self suggestion yang kaya dan mampu menjangkau level gelombang alpha hingga theta, sehingga ia mampu membangkitkan energi dahsyat.

Saya tidak tahu apakah pencipta teks ini mengerti struktur gelombang kesadaran manusia dan tau cara menjangkaunya, atau secara kebetulan saja. Yang jelas, dari diksi yang dipilih, dari format yang sangat terlihat diperhitungkan, dan dari imageri yang konsisten, teks ini adalah sebuah konsep yang tidak bisa diremehkan.

Bila teknik hypnosis mampu membangkitkan fenomena hypnotik seperti time distortion, age regression, anestesi, halusinasi negatif atau positif, membuang rasa sakit, dan sebagainya, maka tidaklah heran kalau teks tadi pun bisa menghadirkan efek kekuatan dahsyatnya. Dan bagi saya, ini bukan efek magik atau klenik. Melainkan rahasia kekuatan manusia yang secara cerdas sengaja dibangkitkan dengan teknik majas, bunyi, repetisi, dan struktur bahasa seperti saya bahas tadi.

Fenomena di atas makin mengukuhkan pemahaman bahwa, bahasa bukan sekedar alat bertutur. Tapi konsep bertutur.

Bagi kakek, ketika menasihati saya, bahasa bukan sekedar alat bertutur untuk berkomunikasi dengan kesadaran saya. Baginya bahasa adalah konsep yang bisa menjangkau pikiran bawah sadar saya.

Begitu halnya dengan mantra. Mantra adalah konsep bahasa yang disusun untuk menjangkau gelombang bawah sadar manusia. Sehingga bukan masalah ketika pikiran sadar sulit mencernanya.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan produksi bahasa di masa sekarang? Kita semakin produktif mengeksplorasinya, atau kita hanya bagian dari generasi pengguna saja?

Senin, 31 Oktober 2011

LORONG



(Tulisan ini sebaiknya dibaca di ruang tenang; 
dan tidak diperkenankan dibaca atau dibacakan 
dalam kendaraan, di perjalanan, atau di tempat 
yang tidak cocok untuk relaksasi diri)


Pernahkah kamu berangkat ke arah gelap?
Tempat segala yang bernama lelah hinggap?

Berdiri saja dengan tenang
Aku akan mengajakmu menyentuhi lorong-lorong yang tak kaukenal, cuma dengan matamu
Dengan hatimu. Dengan napasmu yang tenang dan kauatur tarikan dan hembusannya
satu demi satu
Dengan degup jantungmu yang ritmik, dan sedikit kaubesarkan suaranya
Kaudengarkan suaranya
Kaubesarkan suaranya
Dan kaudengarkan suaranya

Berdiri saja dengan tenang
Pada sebuah hutan yang gelisah
Bebauan daun-daunnya merambati wajahmu dengan jelas
Menebarkan aroma sejuk yang mengaliri bagian dalam lehermu,
paru-parumu,
bahumu,
kedua tangan dan telapak tanganmu,
perutmu,
menjalari betis hingga setiap sisi telapak kakimu
dan sekujur tubuhmu yang tetap berdiri tenang
dalam bayang-bayang

Tak sedikit pun kau rela beranjak
Karena kau semakin ingin memahaminya dengan menutup matamu rapat-rapat
Sehingga keindahan ini semakin sedemikian jelas kaulihat
dengan tarikan napasmu
dan degup jantungmu

Berdirilah dengan tenang, dan beri dunia yang kaukenal ini warna
Beri ia suara, seperti desau angin atau bunyi-bunyi malam yang hening
Semakin membuat kelopak matamu terkunci rapat, dan sedikit bergerak.
(Biarkan saja dan tetap berdirilah di sana, dengan tenang)

Lihatlah.
Persis di depanmu ada lorong yang gelap,
Lorong di antara bongkahan batu cadas yang keras
Batu dengan lumut hutan perawan yang basah
Di mana aku ingin mengajakmu ke sana

Melangkahlah dengan pelan, masuki keheningannya dengan sabar.
Dan sedikit demi sedikit kautinggalkan cahaya hutan yang remang.

Pandanganmu mulai mengabur, sedikit masih seperti ada saputan putih yang pudar,
lalu gelap dan sunyi.
Sunyi dan gelap.
Sesunyi desau dedaunan yang semakin jauh.

Kamu hanya bisa melihat dengan kaki yang telanjang
Merambati tanah dengan sedemikian hati-hati.
Tanah yang lembut dan basah, pada lorong yang semakin jauh.
Dan gelap semakin ada pada di antara dua kelopak matamu
Lalu kedua kelopak matamu semakin berat menekan ke bawah,
dan kau pun tenggelam dalam ketenangan

Kini, aku ingin mengajakmu berjalan pada sepuluh langkah yang kaukenal.
Dan pada langkah kesepuluh, kau akan menuju cahaya di sebuah mulut lorong.

Langkah satu, berjalanlah dengan senyap.
Langkah dua dan tiga, matamu mengenali warna lorong yang gelap.
Kakimu menyentuhi detail tanah lembut yang basah

Langkah empat, kau semakin jauh, dan matamu seribu kali lebih teduh
Langkah lima, enam, tujuh, kau meneliti tarikan dan hembusan napasmu yang tenang
Degup jantung pun ritmik terdengar dengan gerak yang teratur
Langkah delapan kau mulai melihat satu titik cahaya di depan, dan napasmu semakin tenang
Langkah sembilan, kau semakin mendekati cahaya yang kian membesar, membentuk spektrum yang memasuki lorong di mana kau berada.

Matamu mulai mengenal dinding sekelilingnya. Kau memberi warna, kau memberi rasa, dan kau mulai memahami, bahwa saat ini kau semakin mendekati mulut lorong itu.

Langkah sepuluh, kau kini persis berada di mulut lorong yang terang.
Di luar, cahaya kabut hutan yang damai, menenggelamkanmu dalam kesempurnaan hidup.
Kau hirup energinya, memasuki sel-sel tubuhmu, menebarkan kesehatan yang merambat dari kepala, wajah, leher, dada, tangan, perut, betis dan telapak kakimu.

Dan bersamaan dengan itu, kamu memandang hidup dengan semangat kebahagiaan yang sempurna
Hidup adalah cahaya kabut yang damai, adalah detak jantung yang sehat dan teratur, adalah tarikan napas yang segar dan lepas, adalah masa depan yang cerah
adalah tubuh yang sehat
adalah impian indah yang menjadi ada

Hiruplah cahaya kabut itu, dan kau menghirup semangat hidup yang menjalari setiap jalur napasmu.
Lalu diam. Dan nikmati saja ekstase diri, dalam senyap yang membuatmu malas untuk bergerak
Malas bergerak, dalam sunyi dan senyap.
Dalam tidur yang lelap

(Lalu pada tiga puluh detak jantungmu sejak ini waktu, kau pun terjaga pelan.
Pada tiga puluh detak jantungmu sejak ini waktu, kau terbangun dengan tenang.
Maka berhitunglah hingga tiga puluh detak jantungmu, sejak ini waktu...)