Filsuf lainnya bilang, seni juga memiliki fungsi katarsis, sebuah proses penyucian jiwa, di mana pencipta ataupun penikmat merasakan sensasi "plong" yang luar biasa. Dalam bahasa lain, pencipta atau penikmat seni mengalami pembebasan dari sebuah ketersumbatan emosional, sehingga secara mental merasa lepas, lega, dan tersentuh.
Saya coba bereksperimen membuktikan teori yang telah lebih dari 20 tahun saya baca ini. Tentu teori ini saya terjemahkan dalam skala pemahaman dan konteks keahlian saya.
![]() |
Teknik idea motor response untuk melepas eregi negatif. |
Demikian juga, fungsi katarsis, saya rekayasa dengan menambah skala volumenya melalui percepatan yang boleh dibilang instan. Katarsis sebagai gambaran mental, juga saya relasikan dengan perasaan fisik, karena saya mempercayai pemikiran bahwa soul dan body memiliki keterkaitan erat dan sulit dipisahkan.
Eksperimen ini terjadi ketika tanpa sengaja saya menemui subjek (client) yang merasa secara mental dalam keadaan gelisah, lemas, dan tertekan.
Metode yang saya pakai adalah waking hypnosis, dengan membantu subjek untuk memasuki light trance. Saya mengaplikasikan teknik idea motor response, yang mampu mentransformasikan gambaran mental subjek lewat gerakan tubuh, dalam hal ini tangan.
Sebelumnya saya menyuruhnya duduk di lantai, menyelonjorkan kedua kakinya, menaruh white board di pangkuannya, lalu memberinya spidol.
Saya memintanya untuk rileks, lalu fokus pada tangan. Saya membimbingnya untuk membuat coretan berbentuk lingkaran-lingkaran senyaman mungkin. Saya sugestikan, gerakan tangannya semakin membuat dia nyaman dan terbuai. Sedemikian nyamannya, seluruh ketegangan batinnya perlahan tapi pasti terlepaskan.
Saya bisikkan, semakin mengecil ketegangan dan kegelisahannya, maka semakin kecil lingkarannya. Dan ketika semua emosi negatif lenyap berganti kedamaian dan kenyamanan yang luar biasa, maka gerakan tangan pun semakin pelan lalu berhenti.
Saya melihat, proses coretan dan gerakan tangannya sangat complicated. Awalnya besar, lalu ritmik mengecil, dan kemudian membesar serta mengecil lagi.
5 menit lebih, subjek saya biarkan asik menulis lingkaran lingkaran itu. Polanya membentuk spiral. Saya sedikit penasaran karena subjek tidak juga berhenti menggerakkan tangannya, yang berarti energi positif dan ketegangan emosionalnya masih ada. Asumsinya, coretan subjek harusnya ritmik dari besar jadi mengecil. Ternyata prosesnya nggak demikian. Coretan lingkaran awalnya besar, pelan mengecil, kemudian besar lagi, dan kemudian mengecil lagi.
Lama tidak berhenti, akhirnya saya melakukan "intervensi", dengan membimbingnya lewat sugesti. Bahwa seiring tangan bergerak maka perasaan tegang makin hilang. Semakin kecil lingkaran, semakin nyaman, dan semakin hilang ketegangan. Seluruh rasa sakit yang meliputi tubuh dan pikiran, lenyap berganti rasa segar dan sehat yang sempurna. Dan semakin kenyamanan berada pada puncaknya, maka gerakan tangan pun berhenti.
Saya melihat subjek menghentikan gerakan tangannya. Dan terjadi perubahan mimik yang luar biasa pada ekspesi wajahnya.
Proses pun selesai. Saat saya konfirmasi, ternyata, bentuk lingkaran yang mengecil, membesar, lalu mengecil lagi itu, diakibatkan oleh hilang-muncul-hilang-muncul dan hilang lagi emosi negatif yang dirasakan.
Setelah saya telusuri lebih jauh lagi, kegelisahan dan ketegangan tadi berangkat dari rasa sakit fisik yang (atas permintaan subjek) tidak saya sebutkan di sini. Ketika saya melakukan intervensi, maka gambaran mental subjek memproses sistem pain management secara otomatis, sehingga rasa sakit pun hilang, berganti dengan rileks dan rasa nyaman.
![]() |
Kompleksitas coretan menggambarkan kompleksitas pikiran. |
Seorang budayawan dan sekaligus pengamat seni rupa bahkan sempat tergetar merasakan bagaimana energi dahsyat tertransformasikan lewat coretan ini.
Demikianlah, apa yang dibilang filsuf bahwa seni memiliki fungsi mimesis dan katarsis, terbuktikan.
Lewat coretan yang notabene adalah realitas mental (mimesis), subjek terbebas dari energi negatif yang menyelimuti pikiran dan bahkan fisiknya (katarsis).
Wallahu alam.
Note: Eksperimen ini saya lakukan atas inspirasi dari demonstrasi Guru Besar saya, Bapak Yan Nurindra.