Senin, 31 Oktober 2011
LORONG
(Tulisan ini sebaiknya dibaca di ruang tenang;
dan tidak diperkenankan dibaca atau dibacakan
dalam kendaraan, di perjalanan, atau di tempat
yang tidak cocok untuk relaksasi diri)
Pernahkah kamu berangkat ke arah gelap?
Tempat segala yang bernama lelah hinggap?
Berdiri saja dengan tenang
Aku akan mengajakmu menyentuhi lorong-lorong yang tak kaukenal, cuma dengan matamu
Dengan hatimu. Dengan napasmu yang tenang dan kauatur tarikan dan hembusannya
satu demi satu
Dengan degup jantungmu yang ritmik, dan sedikit kaubesarkan suaranya
Kaudengarkan suaranya
Kaubesarkan suaranya
Dan kaudengarkan suaranya
Berdiri saja dengan tenang
Pada sebuah hutan yang gelisah
Bebauan daun-daunnya merambati wajahmu dengan jelas
Menebarkan aroma sejuk yang mengaliri bagian dalam lehermu,
paru-parumu,
bahumu,
kedua tangan dan telapak tanganmu,
perutmu,
menjalari betis hingga setiap sisi telapak kakimu
dan sekujur tubuhmu yang tetap berdiri tenang
dalam bayang-bayang
Tak sedikit pun kau rela beranjak
Karena kau semakin ingin memahaminya dengan menutup matamu rapat-rapat
Sehingga keindahan ini semakin sedemikian jelas kaulihat
dengan tarikan napasmu
dan degup jantungmu
Berdirilah dengan tenang, dan beri dunia yang kaukenal ini warna
Beri ia suara, seperti desau angin atau bunyi-bunyi malam yang hening
Semakin membuat kelopak matamu terkunci rapat, dan sedikit bergerak.
(Biarkan saja dan tetap berdirilah di sana, dengan tenang)
Lihatlah.
Persis di depanmu ada lorong yang gelap,
Lorong di antara bongkahan batu cadas yang keras
Batu dengan lumut hutan perawan yang basah
Di mana aku ingin mengajakmu ke sana
Melangkahlah dengan pelan, masuki keheningannya dengan sabar.
Dan sedikit demi sedikit kautinggalkan cahaya hutan yang remang.
Pandanganmu mulai mengabur, sedikit masih seperti ada saputan putih yang pudar,
lalu gelap dan sunyi.
Sunyi dan gelap.
Sesunyi desau dedaunan yang semakin jauh.
Kamu hanya bisa melihat dengan kaki yang telanjang
Merambati tanah dengan sedemikian hati-hati.
Tanah yang lembut dan basah, pada lorong yang semakin jauh.
Dan gelap semakin ada pada di antara dua kelopak matamu
Lalu kedua kelopak matamu semakin berat menekan ke bawah,
dan kau pun tenggelam dalam ketenangan
Kini, aku ingin mengajakmu berjalan pada sepuluh langkah yang kaukenal.
Dan pada langkah kesepuluh, kau akan menuju cahaya di sebuah mulut lorong.
Langkah satu, berjalanlah dengan senyap.
Langkah dua dan tiga, matamu mengenali warna lorong yang gelap.
Kakimu menyentuhi detail tanah lembut yang basah
Langkah empat, kau semakin jauh, dan matamu seribu kali lebih teduh
Langkah lima, enam, tujuh, kau meneliti tarikan dan hembusan napasmu yang tenang
Degup jantung pun ritmik terdengar dengan gerak yang teratur
Langkah delapan kau mulai melihat satu titik cahaya di depan, dan napasmu semakin tenang
Langkah sembilan, kau semakin mendekati cahaya yang kian membesar, membentuk spektrum yang memasuki lorong di mana kau berada.
Matamu mulai mengenal dinding sekelilingnya. Kau memberi warna, kau memberi rasa, dan kau mulai memahami, bahwa saat ini kau semakin mendekati mulut lorong itu.
Langkah sepuluh, kau kini persis berada di mulut lorong yang terang.
Di luar, cahaya kabut hutan yang damai, menenggelamkanmu dalam kesempurnaan hidup.
Kau hirup energinya, memasuki sel-sel tubuhmu, menebarkan kesehatan yang merambat dari kepala, wajah, leher, dada, tangan, perut, betis dan telapak kakimu.
Dan bersamaan dengan itu, kamu memandang hidup dengan semangat kebahagiaan yang sempurna
Hidup adalah cahaya kabut yang damai, adalah detak jantung yang sehat dan teratur, adalah tarikan napas yang segar dan lepas, adalah masa depan yang cerah
adalah tubuh yang sehat
adalah impian indah yang menjadi ada
Hiruplah cahaya kabut itu, dan kau menghirup semangat hidup yang menjalari setiap jalur napasmu.
Lalu diam. Dan nikmati saja ekstase diri, dalam senyap yang membuatmu malas untuk bergerak
Malas bergerak, dalam sunyi dan senyap.
Dalam tidur yang lelap
(Lalu pada tiga puluh detak jantungmu sejak ini waktu, kau pun terjaga pelan.
Pada tiga puluh detak jantungmu sejak ini waktu, kau terbangun dengan tenang.
Maka berhitunglah hingga tiga puluh detak jantungmu, sejak ini waktu...)
Kamis, 13 Oktober 2011
GADIS KECIL DISEBERANGKAN GERIMIS
"Ada gadis kecil
diseberangkan gerimis
di tangan kanannya
di tangan kanannya
bergoyang payung
tangan kirinya
tangan kirinya
mengibaskan tangis
di pinggir padang,
ada pohon dan
seekor burung…"
Lirik dahsyat di atas adalah buah karya Guru Besar saya, Sapardi Djoko Damono, yang ia beri judul "Gadis Kecil". Bagi saya, seperti halnya karya-karya Sapardi yang lainnya, puisi ini adalah puisi imageri. Gambar yang dibangun oleh kata-kata Sapardi begitu detail hadir di kepala saya.

Eksperimen ini didasarkan pada refleksi saya atas pengalaman Milton Erickson, seorang hipnotist jenius, yang kerap menginduksi subjeknya memasuki trance, dengan bercerita.
Sebelumnya, saya mohon maaf untuk Pak Sapardi, karena puisi beliau saya kawinkan dengan struktur hypnotic language agar proses trance berlangsung secara efektif.
Misalnya, saya memberikan elemen personal sebagai intro, dengan mengajak subjek (sebutan orang yang membantu saya dalam eksperimen ini) menjelajahi sebuah dunia sepi, di mana suasana di puisi ini berada. Lantas, bagian-bagian dalam puisi saya eksplorasi secara repetitif, dengan tetap mempertahankan bahkan memperkuat imagerinya. Saya juga melakukan manipulasi dengan membuat relasi erat antara citraan dalam puisi dengan kondisi tubuh subjek tadi.
***
Sebelumnya, subjek saya persilahkan berbaring senyamannya.
Lampu ruang saya biarkan terang.
Saya perdengarkan musikalisasi puisi "Gadis Kecil" yang begitu lembut.
Denting gitar, merdu suara Reda, vokalisnya, dan kata demi kata dalam puisi itu, benar-benar membuainya. Suasana rileks bahkan sudah terbangun di sini.
Bagi saya, ini adalah sebuah prainduksi yang cukup berhasil.
Beberapa saat kemudian, di tengah buaian musik "Gadis Kecil" yang lembut itu, saya minta subjek untuk menarik nafas.
"Tarik napasmu yang dalam lewat hidung. Sepanjang lengking suara dalam musik ini. Rasakan damainya. Lalu hembuskan. Biarkan perasaanmu mengalir tenang, mengikuti denting suara gitar yang kamu dengar. Kamu boleh membuka mata kalau itu membuatmu nyaman. Atau tutup mata kalau khidmat lagu ini kamu rasakan lebih dengan menutup mata."
Subjek menutup mata. Dan memang sengaja saya menginginkannya. Makanya saya taro pilihan menutup mata di belakang, karena saya ingin kata yang terakhir dia dengar adalah "tutup mata".
"Seiring tarikan dan hembusan napasmu yang mengalir, denting gitar dan lengking lagu yang kamu dengar, membawamu pada sebuah padang luas. Rasakan suara anginnya. Dan beri ia warna dengan nyata.
Suasananya gerimis. Serpihan air yang selembut musik, menggelitik pori-pori kulit wajahmu. Kamu sadar dan semakin sadar dengan meneliti tarikan napasmu, dan hembusan napasmu, yang semakin panjang. Semakin berat. Semakin tenang.
Lalu kamu lihat:
Ada gadis kecil...
di pinggir padang...
Denting gitar, merdu suara Reda, vokalisnya, dan kata demi kata dalam puisi itu, benar-benar membuainya. Suasana rileks bahkan sudah terbangun di sini.
Bagi saya, ini adalah sebuah prainduksi yang cukup berhasil.
Beberapa saat kemudian, di tengah buaian musik "Gadis Kecil" yang lembut itu, saya minta subjek untuk menarik nafas.
"Tarik napasmu yang dalam lewat hidung. Sepanjang lengking suara dalam musik ini. Rasakan damainya. Lalu hembuskan. Biarkan perasaanmu mengalir tenang, mengikuti denting suara gitar yang kamu dengar. Kamu boleh membuka mata kalau itu membuatmu nyaman. Atau tutup mata kalau khidmat lagu ini kamu rasakan lebih dengan menutup mata."
Subjek menutup mata. Dan memang sengaja saya menginginkannya. Makanya saya taro pilihan menutup mata di belakang, karena saya ingin kata yang terakhir dia dengar adalah "tutup mata".
"Seiring tarikan dan hembusan napasmu yang mengalir, denting gitar dan lengking lagu yang kamu dengar, membawamu pada sebuah padang luas. Rasakan suara anginnya. Dan beri ia warna dengan nyata.
Suasananya gerimis. Serpihan air yang selembut musik, menggelitik pori-pori kulit wajahmu. Kamu sadar dan semakin sadar dengan meneliti tarikan napasmu, dan hembusan napasmu, yang semakin panjang. Semakin berat. Semakin tenang.
Lalu kamu lihat:
Ada gadis kecil...
diseberangkan gerimis...
di tangan kanannya...
di tangan kanannya...
bergoyang payung...
tangan kirinya...
tangan kirinya...
mengibaskan tangis...
di pinggir padang...
ada pohon dan...
seekor burung…
Pandanglah sekumpulan gerimis yang menyebrangkan gadis kecil itu. Warnanya putih. Satu demi satu. Dan ketika pikiranmu membilangi butir demi butirnya, sejuknya melingkupi kelopak matamu. Dan kelopak matamu menjadi sedemikian berat dan damai. Seperti gadis kecil yang diseberangkan gerimis.
Senyap dan damainya suasana, membuat kamu bahkan bisa mendengarkan suara degup jantungmu begitu ritmik dan tenang.
Pandanglah gadis kecil itu dalam pikiranmu. Dan semakin kamu pandang gadis kecil yang diseberangkan gerimis itu, matamu semakin berat, matamu semakin nyaman dalam keadaan tertutup. Dan tak sedikit pun kamu rela untuk membuka matamu. Karena kamu ingin terus melihat dengan pikiranmu, dalam keadaan senyap, dan rileks... dan damai... keadaan bahwa:
Ada gadis kecil...
Pandanglah sekumpulan gerimis yang menyebrangkan gadis kecil itu. Warnanya putih. Satu demi satu. Dan ketika pikiranmu membilangi butir demi butirnya, sejuknya melingkupi kelopak matamu. Dan kelopak matamu menjadi sedemikian berat dan damai. Seperti gadis kecil yang diseberangkan gerimis.
Senyap dan damainya suasana, membuat kamu bahkan bisa mendengarkan suara degup jantungmu begitu ritmik dan tenang.
Pandanglah gadis kecil itu dalam pikiranmu. Dan semakin kamu pandang gadis kecil yang diseberangkan gerimis itu, matamu semakin berat, matamu semakin nyaman dalam keadaan tertutup. Dan tak sedikit pun kamu rela untuk membuka matamu. Karena kamu ingin terus melihat dengan pikiranmu, dalam keadaan senyap, dan rileks... dan damai... keadaan bahwa:
Ada gadis kecil...
diseberangkan gerimis...
di tangan kanannya...
di tangan kanannya...
bergoyang payung...
tangan kirinya...
tangan kirinya...
mengibaskan tangis..."
Sampai di sini, saya amati mata subjek saya tertutup. Tapi kelopaknya melakukan pergerakan berputar. Kaum hipnotis menyebutnya REM (rapid eye movement). Ini adalah sebuah tanda, bahwa subjek mulai memasuki trance.
Kondisinya light trance. Dan saya ingin melakukan deepening.
"Saya angkat tangan kananmu, seperti gadis kecil (yang) diseberangkan gerimis/ di tangan kanannya bergoyang payung/ bergoyang/ bergoyang/ bergoyang/ bergoyang/ dan saat saya jatuhkan tanganmu, kirimkan gelombang relaksasi yang semakin dalam dan damai, dari ujung kepala hingga ujung kakimu."
Lalu saya jatuhkan tangannya.
"Kirimkan gelombang relaksasi yang makin dalam dan damai, dari ujung kepala hingga ujung kakimu. Sehingga membuatmu semakin rileks dan damai. Jauh lebih damai dari:
...gadis kecil...
di pinggir padang...
Lalu saya jatuhkan tangannya.
"Kirimkan gelombang relaksasi yang makin dalam dan damai, dari ujung kepala hingga ujung kakimu. Sehingga membuatmu semakin rileks dan damai. Jauh lebih damai dari:
...gadis kecil...
(yang) diseberangkan gerimis...
di tangan kanannya...
di tangan kanannya...
bergoyang payung...
tangan kirinya...
tangan kirinya...
mengibaskan tangis...
di pinggir padang...
ada pohon dan...
seekor burung…"
Saya memandang subjek saya. Wajahnya pucat. Bibirnya mengering. Tanda bahwa ia memasuki trance yang dalam.
Untuk menguji kedalamannya, saya mengangkat tangannya. Mengejutkannya sedikit. Dan tangannya pun kaku mengambang.
Lalu saya melemaskannya kembali dan meletakkan tangan persis di samping tubuhnya.
***
Satu menit saya diamkan subjek. Saya biarkan ia menikmati suasana rileks dan nyaman dengan sempurna.
Saya pun merasa cukup melakukan eksperimen ini. Dan saatnya untuk melakukan termination.
Saya pun merasa cukup melakukan eksperimen ini. Dan saatnya untuk melakukan termination.
"Dengarlah. Dan pandanglah dengan pikiranmu. Mengikuti bilangan maju hingga 3, gerimis itu akan memudar. Dan bersama gerimis memudar, gadis kecil yang diseberangkan gerimis pun menghilang. Dan bersamaan dengan menghilang semuanya, maka kamu akan bangun dalam keadaan segar dan nyaman.
Satu...
Gerimis memudar.
Gerimis memudar.
Gadis kecil (yang) diseberangkan gerimis/ di tangan kanannya bergoyang payung. Menjauh. Begitu tenang.
Dua...
Gerimis semakin memudar.
Gadis kecil (yang) diseberangkan gerimis (itu) semakin menjauh dan hampir menghilang. Matamu terasa mulai bergerak, seiring kamu mulai mendengar suara-suara di sekeliling kamar ini.
Gerimis semakin memudar.
Gadis kecil (yang) diseberangkan gerimis (itu) semakin menjauh dan hampir menghilang. Matamu terasa mulai bergerak, seiring kamu mulai mendengar suara-suara di sekeliling kamar ini.
Tiga...
Gerimis hilang. Dan gadis kecil itu pun hilang. Pelan tapi pasti, buka matamu dan kamu mendapati seluruh tubuhmu dalam keadaan segar, sehat, sempurna, dan demikian nyaman."
***
Gerimis hilang. Dan gadis kecil itu pun hilang. Pelan tapi pasti, buka matamu dan kamu mendapati seluruh tubuhmu dalam keadaan segar, sehat, sempurna, dan demikian nyaman."
***
Subjek saya bangun. Matanya sedikit memerah. Seperti sehabis mimpi dalam sebuah tidur pulas.
Ia mengaku, seperti berada di situasi dalam puisi itu, di mana gadis kecil diseberangkan gerimis/ di tangan kanannya/ bergoyang payung/ tangan kirinya mengibaskan tangis.
Anehnya, katanya, adegan itu seperti berputar-putar, seperti sebuah film yang di-rewind terus, di mana ia berada di dalamnya.
Dan analisis saya, itu karena saya menggunakan teknik repetisi untuk membuatnya trance.
***
Bagi saya, eksperimen kecil ini melahirkan sebuah hipotesis baru, bahwa sebentar lagi akan hadir genre puisi baru yang dicipta khusus dengan struktur hypnotic language. Puisi ini, ketika dibaca atau dibacakan, akan menggiring audience membuka gerbang critical area-nya, lalu membawanya ke ranah trance.
Genre itu akan saya sebut: Hypnotic Poetry.
Tunggu eksperimen berikutnya!
Selasa, 04 Oktober 2011
HYPNOTIC BRAINSTORMING

Untuk Anda yang belum akrab dengan istilah advertising, brainstorming adalah sebuah cara menginventarisir ide-ide kreatif dalam waktu singkat. Kenapa harus singkat, karena orang-orang kreatif di periklanan tidak memiliki waktu yang mewah untuk berleha-leha. Deadline adalah sahabat setia yang senantiasa menyertai hidup mereka, hehehe.
Untuk mengatasi waktu yang sangat terbatas inilah, maka saya memiliki hipotesis, bahwa seandainya kita libatkan bagian dari otak jenius kita mengantisipasinya, dengan cara mengakses pikiran bawah sadar kita, maka istilah stuck mungkin tidak akan kita kenal lagi.
Dalam hipotesis saya ada beberapa metode pelibatan pikiran bawah sadar yang bisa kita lakukan.
Pertama, brainstorming dalam kondisi alpha. Otak sadar kita dinonaktifkan, dengan menurunkan level gelombangnya di 14 hingga 7 Hz. Efeknya adalah, kita akan sangat fokus sefokus-fokusnya pada apa yang ingin kita tuju. Kondisi seperti ini saja sudah akan membuat proses brainstorming produktif.
Kedua, mensugesti pikiran yang sudah memasuki trans di gelombang alpha, dengan menargetkan, misalnya, dalam kondisi kenyamanan yang sangat sempurna ini, akan dihasilkan 10 ide secara terus menerus.
Ketiga, melakukan metode progression. Dalam kondisi alpha, pikiran kita dimajukan ke depan (time lap), pada waktu ketika ide sudah dihasilkan. Mungkin maju ke saat kita sedang mempresentasikan ide-ide itu di client. Atau maju ke waktu ketika kita sedang melakukan internal review. Intinya adalah, pikiran bawah sadar kita melacak konsep-konsep yang sudah dihasilkan di masa depan.
Keempat, mensugesti pikiran bawah sadar untuk menghadirkan ide-ide lewat mimpi.
Kelima, dengan menggunakan teknik Automatic Writing. Automatic writing yaitu sebuah proses penulisan dengan melibatkan alam bawah sadar. Di sini alam bawah sadar membuat sebuah koneksi ideamotorik lewat gerakan tangan. Ketika alam bawah sadar kita aktifkan dan kita minta untuk memformulasikan ide-ide ajaib, maka ide itu akan ditransformasikan lewat tulisan tangan. Dan setelahnya, kita akan kaget sendiri, karena proses itu tidak diketahui oleh pikiran sadar kita.
Itulah lima metode hypnotic brainstorming yang akan saya kembangkan, dan saya yakini akan sangat efektif dalam proses generating ideas.
Hipotesis ini, hanya sebagian dari rangkaian eksperimen saya untuk mengaplikasikan keajaiban alam bawah sadar dalam kreativitas iklan.
Metode serupa dengan cara berbeda, bisa diterapkan dalam teknik copywriting dan visualisasi ide.
Salam kreatif!
Langganan:
Postingan (Atom)