Sabtu 27 Agustus 2011 kemarin, saya mendengar kabar bahwa Ibunda tercinta saya terkena struk di hari Jum'atnya. Tepat 6 hari sebelum Idul Fitri. Saya pun, yang biasanya pulang kampung di Lebaran ke-2, tanpa pikir panjang, langsung tancap gas ngebut menuju Rumah Sakit di mana Ibu terbaring lemah.
Dan begitu sampai, saya tak kuasa menahan sedih. Ibu, satu-satunya pahlawan hidup saya yang dulu demikian perkasa, yang tak pernah mengenal kata patah dan menyerah, kini tampak seakan menjadi jauh lebih tua.
Saat itu, perasaan saya demikian berkecamuk. Di satu sisi saya marah sama keluarga saya karena tidak langsung memberi tahu saya persis ketika Ibu jatuh terkena struk. Di sisi lain saya begitu takut kehilangan orang yang sangat saya cintai, bahkan jauh lebih dari untuk hidup saya.
Tangan kiri Ibu saya tidak bisa digerakkan. Dan wajah serta mulutnya seperti tertarik tidak lagi pada posisinya.
Di CT Scan, terdeteksi bahwa pembuluh darah di bagian otak kanannya pecah. Saya melihatnya ada 2 letak rembesan darah. Itulah sebabnya, kenapa tubuh bagian kirinya yang tidak bisa digerakkan.
***
Beberapa hari kemudian, Ibu diijinkan pulang. Tentu dengan menyisakan gerak tangan kiri yang masih lemah dan tidak sinkron dengan tangan kanan. Begitupun dengan sekujur pinggang dan ujung paha hingga telapak kaki, terserang pegal yang luar biasa. Kata Ibu, di bagian tulang rasanya seperti ngilu, yang makin didiamkan makin menjadi-jadi.
Melihat Ibu yang sepertinya tak bisa menahan lagi rasa pegalnya, saya sempat coba mengaplikasikan hipnosis. Saya coba menginduksinya dengan teknik progressive relaxation. Yang sebenarnya saya jarang sekali menggunakannya, karena bagi saya itu terlalu lama. Saya memakainya, karena untuk Ibu yang dari sisi fisik sedang lemah, teknik jabat tangan dan kejutan bisa fatal akibatnya.
Ada hal lucu terjadi di sini. Saya menginduksi Ibu, dalam keadaan beliau sedang tak bisa menahan rasa pegal-nya yang luar biasa. Saya membimbingnya untuk menjelajahi alam bawah sadar, dalam kondisi dia sedang tidak bisa fokus pada kata-kata saya.
Bayangkan, setiap saya membimbing dia untuk merileks-kan bagian-bagian tubuhnya, beliau selalu menimpali saya, "Iya, tapi tolong ini kaki pijit dulu." "Yang mih mau bukan mata yang nyaman, tapi kaki." "Haduh, ini kaki kok nggak enak banget." Dan sebagainya.
Alhasil, rasa pegal dan nggak nyaman yang tak berhenti, menggagalkan Ibu saya memasuki pikiran bawah sadarnya.
Saya pun menghentikan proses induksi hipnosis. Karena dengan teknik yang terlalu lama, sementara Ibu tersiksa dengan deraan rasa pegalnya, saya menjadi nggak tega.
Saya teringat pada sebuah teknik terapi yang menggabungkan Cognitive Therapy (NLP), Behavioral Therapy, Logotherapy, Pscyoanalisa, EMDR, Self Hipnosis, Sugesty & Affirmation, Visualization, Gestalf Therapy, Meditation, Sedona Method, Provocative Therapy, Energy Therapy (ET), dan Powerfull Prayer (Spiritually). Namanya Emotional Freedom Technique (EFT) yang dikembangkan oleh Gary Craig dari California. DI Indonesia, Ahmad Faiz menambahkan unsur spiritual di dalamnya, sehingga bentuknya menjadi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).
Teknik terapi ini pernah saya coba untuk mengatasi sakit kepala dan tulang memar. Hasilnya sangat efektif.
Mudah-mudahan, pikir saya, Tuhan mengijinkan saya untuk menjadikannya musabab dari ketenangan Ibu.
Setelah saya edukasi Ibu, dan saya ajak untuk mencoba terapi ini, Ibu pun mengijinkan saya. Lalu saya tekan "Sore Spot" Ibu. Sore Spot adalah titik nyeri yang letaknya di kiri atau kanan dada. Sementara menekannya, saya bimbing ibu untuk melakukan set up: "Ya Allah, walaupun saya merasakan ngilu yang luar biasa di sekitar pinggang hingga kaki saya, sehingga menyebabkan saya begitu gelisah, saya ikhlas menerimanya, dan saya pasrahkan kesembuhannya hanya padamu ya Allah."
Saya bimbing Ibu untuk mengucapkannya hingga 3 kali. Lalu saya bimbing juga beliau untuk tune in, dengan merasakan ngilunya, sakitnya, posisinya, dan kemudian saya ketuk (tapping) di 18 titik meridian tubuh Ibu.
“The Major Energy Meridians", kata Ahmad Faiz, jika kita ketuk beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita rasakan. Karena aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali.
Posisi titik-titik meridian silahkan lihat pada gambar.
Saat proses tapping, saya senantiasa membimbing Ibu untuk terus mengucapkan kalimat-kalimat ikhlas dan pasrah. "Saya ikhlas, saya pasrah ya Allah." Sambil tetap memintanya tune in, merasakan ngilu dan letaknya secara nyata.
Setelah seluruh titik saya ketuk dengan minimal 7 kali ketukan, Ibu saya minta untuk mengucap syukur alhamdulillah atas ijin dan kesembuhan yang dianugerahkan Allah, seraya menarik nafas panjang lewat hidung sambil membayangkan seluruh perasaan positif masuk ke dalam tubuhnya. Kemudian Ibu saya minta untuk membuang nafas lewat mulut, dan membayangkan seluruh sakitnya keluar.
Tarikan nafas dan hembusan nafas, seiring kalimah syukur pada Allah, dilakukan hingga 5 kali.
Dan ajaibnya, ketika awalnya saat saya tanya skala sakit ibu berapa ibu menjawab 8, kini skala sakitnya tinggal 2.
5 menit kemudian, rasa ngilu itu menghilang hingga saat ini. Alhamdulillah.
Di hari yang lain, saya melakukan terapi SEFT untuk tangan Ibu yang tidak bisa digerakkan. Dan hasilnya sama. Hanya, untuk tangan beliau, progres kesembuhannya hingga 1 hari setelah terapi.
Kedahsyatan ikhlas, pasrah, plus usaha medis yang sampai sekarang tetap kami lakukan, telah menggugah Tuhan untuk mencurahkan keajaibanNya untuk Ibu.
Terima kasih ya Allah.
Bimbing kami untuk tetap menikmati curahan kasih sayangMu.
Bimbing kami untuk tetap ada di jalanMu.
Aaamiiin.